I. Made. A. Mistake. (Again).
total : 3 times
Sebenernya itu satu-satunya ketakutan saya, pertama kali dipindahtugaskan dari bagian pabrik ke kantor. Menghitung perbandingan larutan kimia buat saya lebih mudah daripada mempelajari cashflow. Mata pelajaran yang paling saya hindari jaman sekolahan. Sekarang malah jadi jobdesk saya. *sigh*
Like i said before, bukannya saya tidak berterima kasih dengan segala kesempatan ini. It's just... dasar orang yang terlalu sistematis ya, saya merasa 'lost' berada di posisi ini. Kerjaan yang ngga ada silabusnya, ngga ada Standar Operation Procedure-nya. (Emangnya semua kayak bikin mie instant sher?). Saya tahu sih, karyawan-karyawan di sini sudah bekerja minimal 10 tahun ke atas, jadi semua jobdesk itu ada di dalam kepala mereka masing-masing. Yang pada akhirnya membuat anak baru macam saya, kerjaannya ngintilin mereka mulu buat ditanya-tanya.
Sampai akhirnya saya berpikir, "kalau saya saja sebenernya sudah bosan dengan excuse : Saya kan anak baru jadi wajar dong kalo ngga tau apa-apa, apalagi mereka-mereka yang saya tanya ya?"
Dari situ, saya belajar, untuk lebih sok tahu tentang bidang ini. Salah satunya dengan berani membuat keputusan sesuai dengan posisi yang saya pegang. Dan untuk orang yang pakewuh-nya besar seperti saya, it's a big step ya know, mengingat anak buah saya *cailah* adalah orang tua yang sudah punya anak dua. Dan yang saya ketahui nanti, nampaknya menyimpan rasa TIDAK suka dengan saya (bukannya saya kepengen dia suka sama saya juga, tidaakkk, bisa gaswat itu mah). Jangan tanya kenapa, saya saja tidak tahu koq. Resiko seleb mungkin *random banget dah*
Singkat cerita, i make a mistake, melibatkan sejumlah uang. Dan memang sudah dicari solusinya dan diatasi. Tetapi, guilty feelingnya ituuu. It's like eaten me alive from the inside. Kenapa damage-nya sebesar ini? Karena ini menyangkut banyak hal. Menyangkut kepercayaan bos terhadap saya, menyangkut wibawa terhadap anak buah (terutama kepada dia yang memusuhi saya itu), dan terutama kepercayaan diri saya sendiri.
I can make excuse, a thousand ones. Bidang kerja ngga sesuai sama background saya. Rekan kerja yang tidak supportif. Sampai alasan yang absurd sekalipun seperti banyak pikiran *boong banget dah*. Tapi pada akhirnya tetap saya sendiri lah yang tersisa untuk disalahkan. Saya harus belajar bertanggung jawab atas pilihan yang sudah saya ambil, suka-tidak-suka.
Dan barusan seorang kenalan bilang sama saya : gw rasa itu bukan masalah kapabilitas, lu cuma kurang pede n rileks aja. You know what, it really ring my bell. Alasan-alasan yang saya bilang di atas memang apa adanya, tetapi justru itulah hal-hal yang membuat saya kehilangan fokus. Kebanyakan prasangka (atau kege-eran?) malah menjebak saya ke dalam perasaan mengasihani diri dan penuh kompromi.
Mungkin perasaan yang saya alami ini, cuma timbul dari peraaan "kecolongan", karena saya sudah dengan sombongnya merasa melakukan tindakan preventif ketika kesalahan pertama dan kedua terjadi. Rasa puas diri itu memang mengerikan :)
Anyway, saya berniat mengaku dosa secepatnya, tetapi Babe baru datang besok. Hopefully nyali saya ngga ciut ya. Karena kalau tidak, bakalan bikin another mistake. Kalo salah masukin PIN tiga kali di ATM aja, kartu kita tertelan. Saya engga mau deh ditelan sama beliau *hiiyy*
Dear guilty feeling, please go away, i need my sanity. Now.
3 komentar:
cuma mo bilang believe in your self, or no bodies will :D
e well, shit happens. more often than we realize. big up yourself. cos lessons learned. i think you deserved to be proud of yourself ^^
Hyu : i will, and even i forgot, i always have a friend like you to remind me of that :)
Chan : Lesson learned. Salah satunya selain memeriksakan minus mata, juga berhenti lama-lama menyalahkan diri :) Thanks ya udh mampir kemari.
Posting Komentar