It's heartbreaking to find out a good friend in the past has no interest whatsoever to stay in touch with you in the presence. ~Sera.
Setiap hari adalah perjuangan, dimulai dari kita bangun pagi sampai mengakhirinya ketika menutup mata untuk istirahat. Menyemangati diri sendiri itu lebih susah daripada sekadar bangun pagi. Ga setiap saat kita bisa ber-positive thinking, am i right? Untuk itulah kita butuh orang lain, untuk menginspirasi kita atau kalau kita beruntung mau peduli juga dengan kita. Katanya Carole King, that's what friend's are for.
Ini cuma teori saya, tetapi saya (selalu) merasa saya punya masalah dalam berteman. Ada beberapa tahapan dalam berteman kan? stranger > kenalan > teman > sahabat. Dan mungkin memang begitu adanya, bahwa yang namanya sahabat itu langka, karena kebanyakan berhenti di tahap teman. Or worse, back to the start being stranger :(
Life happen and people changes. Saya mengerti dan menerima itu. Friends come and go, from highschool, college and work. Saya harus mengakui bahwa hanya di antara 658 orang yang berlabel "friend" di halaman facebook saya, hanya beberapa yang benar-benar bisa saya sebut teman. Memang saya sih termasuk golongan dork (i am and i'm okay with it) atau sederhananya saya tidak tahu cara berteman.
Semasa kuliah saya punya seseorang yang bisa saya sebut sahabat. Tetapi memang mengucapkannya tidak semudah mempertahankannya. Kita berkenalan di semester awal, kemudian menjadi tidak terpisahkan, terbukti dari pertanyaan teman sekelas yang bergonta-ganti bertanya pada saya atau dia setiap kali melihat kita jalan sendiri di kampus. Bangga? oh jelas, karena sahabat saya itu orang ekstrovert yang bisa masuk golongan apapun di kampus, dan dia memilih jadi sahabat saya.
Saya memang masuk golongan biasa-biasa saja, tetapi saya menghargai sekali sebuah hubungan, entah itu pacaran atau temanan bahkan sekedar kenalan. Ada garis tipis di antara ketiganya, based on kadar perhatian. Seperti yang pernah saya baca, persahabatan bagai kepompong, membuktikan ada KEPO di dalamnya. :)))
Dia, sahabat saya itu, tipe orang yang 'perhatian' (kalo ga mau dibilang kepo ya) pada semua temannya. Bahkan ketika pertemanan kita ini melebar hingga 7 orang, dia punya jadwal, hari ini jalan dengan siapa, besok jalan dengan siapa. But yeah she's the center of our circle. Saya setuju banget dengan Miund yang nge-tweet begini :
"Film AADC itu bukti kalo di dalam sebuah geng pasti ada sub geng. Case in point : Cinta sama Alya. Cant help it. Cant be close to ALL."
Masalah terjadi ketika, mungkin saya yang kegeeran, saya pikir saya lah yang paling best friend. How absurd yah, sudahlah best friend masih pake paling :))) Dan ternyata teman-teman yang lain berpikiran demikian. She's a favourite friend to hang out with.
And then she move to another circle, teman-teman yang lebih gaul dan lebih kaya. Lebih menyakitkan lagi bahwa dia 'mengambil' teman saya juga. Butuh waktu yang lama buat saya membiasakan diri, setiap dia berkunjung ke kos, bukan kamar saya lagi yang dia tuju tetapi tetangga kamar saya.
Where did we go wrong?
I blame the mistakes on me. Mungkin saya yang kurang gaul, kurang kaya dan mungkin kurang teman! Tidak pernah terlintas dalam pikiran saya mungkin saja dia jealous karena saya (saat itu) punya pacar lebih dulu. Sebelum dia 'berubah', kita bahkan biasa jalan bertiga. Mungkin saya yang kurang peka.
Sejak saat itu, dia menjauh dari saya. Kita memang sesekali bertemu. Tetapi rasanya hambar. Terkadang saya kangen dia, mungkin juga dia kangen dengan saya. But things were never be the same again. Karena sekarang saya melihat dia dari sudut pandang yang berbeda, kacamata itu sudah pecah dan saya terpaksa menggunakan kacamata yang baru untuk memandang dia.
Saya melihat dia sebagai orang yang insecure, ingin eksis dan berada di lingkaran yang lebih besar. Kesederhanaan yang dulu saya kagumi dari dia mulai tergantikan dengan hal-hal yang nge-trend saat itu. Dia yang saya kenal dulu apa adanya, sekarang menjadi ada apanya. Itu bukan hal yang salah, itu pilihan dia, saya pun memaklumi itu. Dan kalaupun karena berteman dengan saya menjadikan dia golongan orang yang kuper, mungkin memang wajar kalau dia mencari teman yang lebih dari saya.
Ceritanya selesai?
Tentu tidak, kalau sudah selesai pasti tidak akan mengganggu pikiran hingga membuat saya meracau tidak jelas di postingan kali ini. (ah biasanya juga random kan Sher :P) Karena berasal dari satu almamater yang sama, dia selalu muncul di newsfeed saya, apalagi saat dia baru memiliki smartphone. Oh yeah dia meng-add blackberry messenger saya kok, tetapi hanya berkomunikasi saat ada perlunya saja.
Pertamanya saya sungguh tersiksa, mungkin karena sebenarnya saya tetap mengganggap dia sahabat saya, padahal kenyataannya tiap kali saya mencoba entah berkomentar di statusnya atau menyapa di BBM, tanggapannya tidak seantusias saya. Terkadang saya pikir apa gunanya social media bahkan messenger kalau toh tidak membuat pertemanan kembali erat. Dan saya sadari kemudian, yang namanya hubungan hanya bisa berjalan kalau ada niat dari keduanya, bukan dari satu pihak saja.
i rest my case.
Hingga saat ini, saya masih sering merasakan cubitan kecil di hati saya setiap kali saya membaca statusnya yang ada dimana-mana. Padahal cuma membaca lho. Mungkin saya terlanjur menjadikan dia role model seorang sahabat, padahal kenyataan sudah berbeda jauh dari harapan saya. Mungkin juga dia mengingatkan bahwa saya tidak segaul dia dan teman-temannya *ini apa-apaan ya gaul melulu dari tadi :)))*. Mungkin juga saya cuma sedih, ya sedih karena saya belum ikhlas memaafkan diri saya sendiri.
Saya yang belum bisa berdamai dengan kenyataan, bahwa saya dan dia bukan sahabat lagi seperti dulu. Bahwa pertemanan kita cuma jadi masa lalu. Sekarang menjadi hal yang aneh kalau ada yang menanyakan kabar dia kepada saya, karena saya tidak tahu lagi tentang dia. I don't know her anymore.
Saya tidak tahu kapan bisa menghilangkan perasaan tidak enak ini, atau saya harus membiasakan diri dengan penolakan. Perasaan tidak diinginkan itu memang menyakitkan, tetapi kita memang tidak bisa mengubah orang lain bukan?
Mungkin saya yang harus belajar berteman (lagi).
A smart girl knows how to love, a smarter one knows who to love.
4 komentar:
Real friends are not those who make you feel happy, but those who make you feel comfortable.
If you're not comfortable where you are now, maybe that's not your place. Just quit it.
Being alone, even lonely, is better than being together with wrong people.
Been there before, it's sad and hurt, but we have to choose, and happiness is a choice.
Everyone who happen to lost her bestie too would understand my rambling in here.
We miss her yet we don't want to get hurt again. So we says goodbye for good.
Thank you dear.
Nice post !!
Aku tau banget rasanya kehilangan temen yg duluh amat dekat ..
Been there done that,,,but we got to move on, right dear :)
Hey louisely,
I couldn't be more agree with you, sometimes it's better for us to love and let go.
Anw thanks for stopping by :)
Posting Komentar