Hidup selalu punya cara untuk melibatkan kita dalam sebuah 'kebetulan'. Untuk orang yang percaya "anything happen for a reason" tentu saja saya tidak setuju. Tetapi untuk menguraikannya pun, saya belum mampu.
Saya percaya hal yang terjadi di sekitar kita adalah "cermin" dari diri kita sendiri. Bahkan akhir-akhir ini, tiap kali emosi melanda, saya malah telat bereaksi karena sibuk bertanya pada diri sendiri "apakah ini yang saya inginkan? apakah saya marah pada tempatnya? apakah ego saya yang terluka? apakah ini wajah saya yang sesungguhnya?" dan masih banyak "apakah-apakah" lainnya.
Adanya saya di tempat dan posisi ini, semata-mata karena kebaikan hati seorang kenalan. Tetapi banyak faktor lain yang membuat saya setingkat lebih tinggi dari teman-teman yang lain. Dan saya sungguh berharap bukan karena alasan physically. Mungkin saya meminta banyak, tetapi saya sungguh berjuang untuk "pantas" berada di sini, karena kemampuan saya, karena saya sendiri.
Dan kalau akhirnya ada friksi yang terjadi di tempat ini, itu hal yang sangat bisa ditebak. Memang cuma rekan kerja, memang bukan siapa-siapa, tetapi rasa dimusuhi itu sungguh mengganggu. Saya bukannya minta dibaik-baikin, tetapi cukuplah kalau dia berperilaku sewajarnya sesuai posisinya sebagai rekan kerja saya. Kebetulan (lagi?) dia (seharusnya) bertanggung jawab kepada saya. Saya engga perlu hubungan baik, kalau memang dia tidak bisa melakukannya, tetapi profesionalitas tetap harus jalan suka-engga-suka. Bukankah dia yang sudah bekerja hampir 10 tahun lebih tahu daripada saya?
Dari awal penerapan insentif proforma, saya belum berani mengambil tanggung jawab untuk "menilai" dia. Bukan karena saya tidak mampu. Tetapi saya butuh "mengenal" orang ini lebih lanjut supaya tidak menilai kinerja dia secara subyektif. 3 bulan waktu yang singkat, dan saya tidak ingin hasil penilaian saya mempengaruhi rejeki yang dia terima. Mungkin orang lain akan bilang saya cuma tidak mau campur tangan, tetapi saya tidak peduli. Kalau saya berani mengambil resiko itu, saya berani mempertanggungjawabkannya. Bagaimana saya bisa menilai dia, kalau kerjaan macam apa yang dia kerjakan, saya tidak tahu?
Puncaknya ketika saya melakukan kesalahan. Saya sadar, saya mulai terlalu banyak memberi "makan" perhatian saya untuk hal yang sia-sia.
2 komentar:
saya adalah salah satu org yg ngga percaya dengan kata2 "kebetulan"
i know there're always a reason or more for something *silakan timpuk saya* :))
do you believe 'everything in its time'??
saya yakin, segala sesuatu ada hikmahnya, mungkin bkn skrg, tp nanti kita pasti akan tahu dan sangat amat berterimakasih.
semangat ya nona, you'll pass it well, one or two or three or four or five mistakes is okay, selama kamu bisa memperbaikinya dan bkn semakin jatuh dengan kesalahan2 itu.
cukup diingat untuk interospeksi bkn diingat untuk semakin menjatuhkan dan membuat kita menunduk.
ahhh...sudahlah, saya malah jd pindah ngeblog disini ;)
semangat ya nona, you know where you can find me when you need me, and i'll always help you as i can ;)
saya adalah salah satu org yg ngga percaya dengan kata2 "kebetulan" >> sama kita dong *salaman sama mey*
we talk about it over and over again, terkadang saat dialami sendiri emang rasanya engga enak, tetapi saat sudah lewat baru deh ngerasa "oh segitu doang yah?"
Semoga tetap sabar sampai bertemu dengan si hikmah ya :)
Thanks for always cheering me through hard times *big hug*
Posting Komentar