Feed me!

26 Maret 2011

The Bride


Let me tell you a story, about a woman, who have done through the ups and downs in life...

Saya kenalan dengan mbak satu ini sekitar 2 setengah tahun lalu di kantor boss saya. Orangnya berusia awal 30-an, berperawakan kecil mungil, putih, modis, rame, tapi dari awal pun saya sudah bisa menduga kalau dia termasuk cewek yang judes. Kantor saya emang cuma perusahaan kecil, karyawannya cuma saya dan mbak judes ini. Kalian pasti berpikiran, kami langsung jadi teman akrab. Ga sepenuhnya salah sih, tapi awalnya tidak seperti itu :)

Pikiran pertama saya adalah : akhirnya punya temen makan siang bareng (hehehe serius nih, i hate having lunch alone). Pada satu kesempatan kita beli bahan kimia (yaa, saking sedikitnya personil di kantor saya, kita rangkap semua-semuanya termasuk jadi purchasing dan kurir), dia pernah berpendapat begini : Gw kalo kerja itu ya Cher, kerjaan ya kerjaan, no hard feeling, temen kerja ya temen kerja aja, ga ada urusannya soal personal life. Hmm. Kalau begini caranya, saya pun ga berani berharap bisa jadi close friend dengan dia, so i keep my expectation low.

Pengalaman pertama kali bekerja itu beneran masa penuh perubahan buat saya, terutama perubahan mind-set dari anak kuliahan menjadi orang bekerja. Perubahan ini juga berpengaruh ke hubungan saya dengan si mantan pacar jaman kuliah. Singkat cerita saya putus, dan menjalin hubungan lagi dengan seseorang di luar kota. As you know it, dan sudah saya ceritakan di awal-awal blog ini, hubungan itu tidak berjalan dengan baik. Tetapi bukan itu yang mau saya ceritakan.

Awalnya saya tidak pernah cari tahu, atau bertanya-tanya sama si mbak ini, tentang personal life-nya (ya bagaimana lagi, saya pikir dia orang Jakarta banget, yang berprinsip : Lu-Lu-Gue-Gue). Saya pikir sih karena faktor kondisi juga sih, dia mau cerita sama siapa lagi selain saya, wong di kantor juga cuma berdua. Lama-kelamaan saya baru dapat gambaran yang jelas tentang dirinya.

Seorang wanita yang pada waktu mudanya sangat rebel and enjoying her life like there's no other days. Memilih kuliah setahun kelar supaya bisa cepat mencari uang sendiri. Hobinya dress to impress, ga ada deh namanya jalan-jalan pake baju seadanya. Sampe 'diusir' neneknya karena keseringan jali-jali sampe pagi rame-rame dengan teman (masa-masa jahiliyah katanya hahaha). Yang memilih menikah dengan pacar selama 10 tahunnya, walaupun sudah ditentang oleh keluarga kedua belah pihak. Yang merasakan susahnya hidup, sampai-sampai makan nasi padang satu bungkus berdua suami. Yang akhirnya bisa hidup berkecukupan, karena usaha suaminya meroket.

Dia bercerita bahwa hidupnya sebenarnya berkecukupan, mau apa aja tinggal minta beliin suami, tapi kenapa dia mau susah-susah kerja lagi? Dia bilang tinggal di apartemen, tapi kenapa tiap pulang kerja selalu ngajakin jalan, nonton atau nge-mall? Tanpa dia berceritapun, saya bisa melihat gelagat tidak menyenangkan soal rumah tangganya. Puncaknya, waktu dia tiba-tiba main ke rumah saya dan minta diantarkan lihat-lihat daerah sekitar untuk mencari kost. Saya tertegun, segitu besarkah masalahnya sampai dia memilih minggat dari rumah?

Butuh waktu setengah tahun menyatukan kepingan puzzle hidupnya itu, sampai akhirnya dia benar-benar mau bercerita semuanya. Saat itu saya sadar, pendapatnya soal teman kerja blablabla itu cuma bullshit. She had been hurt enough, sehingga memasang tembok tinggi sekali supaya tidak semua orang bisa masuk dalam hidupnya. Pertama kali akhirnya dia bercerita pada saya, saya tahu akhirnya dia percaya dengan saya. Sampai akhirnya dia 'memaksa' saya memanggil dia Teteh, karena dia benci dengan sebutan Mbak (katanya kayak pembokat, tanpa mengecilkan arti pembantu itu sendiri yaa). She sees me as her sister.

Teteh wanita yang sangat kuat, pemberani dan tahu apa yang dia mau. Karena itulah dia tidak tinggal diam, ketika mengetahui suaminya memiliki wanita lain. Satu-satunya tempat di kantor dimana dia bisa ngamuk-ngamuk dan bersumpah serapah ya di ruang lab. saya. Mungkin dia lupa, tapi saya ingat sekali saat dia menangis di luar lab sambil menerima telpon suaminya (yang ngomong-ngomong udah menyaingi psycho saking seringnya nelpon pas jam kerja)

Saya banyak belajar dari Teteh, mengenai banyak harta tidak membuat bahagia, ingat-ingat pesan orang tua, jadi istri jangan selalu bergantung dengan suami, jadi perempuan harus kuat, she tells me everything. Saya terharu dan sedih waktu dia mengatakan : Gw ceritain semua-semuanya sama elu Cher, biar jadi pelajaran, biar hidup lu jangan sampe kayak gw.

Teteh yang saya ingat, orangnya baik tetapi bukan seperti malaikat, kata-katanya kasar tetapi sebenarnya maksudnya baik. Tanggal lahirnya sama dengan kakak saya, tetapi sifatnya beda jauh. Padahal saya kepingin sekali punya kakak perempuan, coba bisa dituker ya hehehe. Si Teteh yang rajin mengomentari penampilan saya, yang gemes melihat rambut-tak-berbentuk saya, yang me-make over saya waktu ulang tahun ke 24, supaya mirip seperti cici-cici cantik di mall itu katanya (siaul).

Kenapa saya ingat dengan semua ini? karena proses 'berpisahnya' Teteh dengan suaminya, berbarengan dengan kisah saya sendiri. Saya ingat sekali pernah dibentak Teteh, waktu melewati masa depresi-abis-putus-dengan-pacar. Dia bilang : Gw ga suka liat lu jadi kayak gini Cher, auranya jelek bikin gw males deket-deket. Setidaknya udah elu putusin waktu masih pacaran, kalo udah kawin gimana? Saya terdiam. Malu, karena saya tahu dia pun sedang mengalami hal yang sama, tapi tidak lebay seperti saya (waktu itu).

Waktu saya pindah kerja, dia sedang menyiapkan berkas-berkas perceraiannya. Akhirnya. Saya tahu sih ini aneh, harusnya kita tidak menyampaikan selamat untuk orang yang baru saja bercerai. Tetapi selama Teteh menghadapi suaminya, saya kadang ragu, apakah dia benar-benar bisa lepas dari 'masa lalu'. Walaupun dia benci sebenci-bencinya sama suami, toh orang itu pernah diperjuangkan dengan susah payah. Teteh tetap khawatir dengan kesehatan suaminya (mirip shitnetron ya, giliran istri tua udah mau pergi aja baru dah berbagai macam rupa penyakit hinggap di suami, karma? well i dunno). Kalau bisa ngasih seribu jempol, saya kasih deh di status "single" yang (akhirnya) terpampang di halaman Facebooknya.

Teteh buat saya, adalah bukti nyata bahwa yang namanya kesempatan kedua itu nyata adanya. Dan bahwa seseorang bisa berubah, jika dia menginginkannya. Teteh selalu bilang bahwa dia takut sudah terbiasa hidup berkecukupan, dan nantinya harus jadi rakyat jelata lagi. Tetapi setahun yang lalu waktu saya bertemu dia, dia lebih gemuk dan ceria dari yang saya ingat, dan saya yakin ada hubungannya dengan si pacar. Seseorang yang sudah dia kenal lama. Actually saya lupa orang ini kakak kelasnya atau temannya temannya (apa sih ini?) ya itu ga material lah ya. Saya tidak tahu apa saja yang berubah dari hidupnya, tetapi saya bisa pastikan perubahan itu membuat Teteh lebih bahagia.

Saya bercerita panjang lebar dan ga beraturan begini karena satu hal. Teteh hari ini menikah. I'm happy, very very happy for her. She deserve happiness, after all the shit she's been through. Mungkin buat orang yang sinis, akan berkata miring soal janda yang kawin lagi blablabla. Tapi saya tahu, Teteh berhasil mengalahkan ketakutannya terhadap pernikahan. Saya sebagai orang yang belum pernah menikah, wajar kalau khawatir karena tidak tahu rasanya. Nah si Teteh yang pernah mengalami mimpi buruk dalam pernikahan dan dia berani menikah lagi, even kali ini calon suaminya bukan orang kaya? She deserve a star for Fear Factor, i guess ;)

So here's to her, one of the strongest woman i've ever known. 
I wish you happiness, health & wealth.

Selamat menempuh hidup baru Teh, kali ini pastikan saya dapat keponakan yang cantik ya ;)

source

Tidak ada komentar: